Ekonomi pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia mengalami banyak tantangan dan masalah. Sebagai negara yang baru saja merasakan kemerdekaan, semua elemen negara mulai bangkit dan bergeliat membangun kehidupan yang lebih baik. Orde Lama adalah istilah untuk periode kepemimpinan Presiden Ir. Soekarno. Berikut adalah sejarah perekonomian Indonesia pada orde lama.
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi Indonesia pada masa awal kemerdekaan sangat buruk. Penyebab keadaan ini adalah:
a. Inflasi yang sangat tinggi karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali (Rupiah dan Mata uang Jepang).
b. Kas negara kosong.
c. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan sehingga kekayaan Indonesia banyak rusak.
Keadaan buruk ini merupakan tantangan bagi pemerintahan masa lalu. Dilakukanlah usaha-usaha untuk mengatasi masalah, yaitu dengan beberapa program.
a. Program Pinjaman Nasional. Program ini dilaksanakan atas inisiatif Menteri Keuangan Ir. Surachman.
b. Mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan penjualan beras ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
e. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
f. Mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
g. Kasimo Plan yang merupakan usaha swasembada pangan. Swasembada pangan diyakini dapat memperbaiki perekonomian Indonesia.
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa Demokrasi Liberal adalah masa di mana sistem politik dan sistem ekonomi Indonesia menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha asing. Sistem ini mengalami kegagalan karena pribumi belum mempunyai kekuatan dan pengalaman. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi pada masa demokrasi liberal adalah:
a.Program Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Upaya ini bertujuan menambah wirausahawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibat dari usaha-usaha perbaikan tersebut adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
a. Inflasi yang sangat tinggi karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali (Rupiah dan Mata uang Jepang).
b. Kas negara kosong.
c. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan sehingga kekayaan Indonesia banyak rusak.
Keadaan buruk ini merupakan tantangan bagi pemerintahan masa lalu. Dilakukanlah usaha-usaha untuk mengatasi masalah, yaitu dengan beberapa program.
a. Program Pinjaman Nasional. Program ini dilaksanakan atas inisiatif Menteri Keuangan Ir. Surachman.
b. Mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan penjualan beras ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
e. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
f. Mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
g. Kasimo Plan yang merupakan usaha swasembada pangan. Swasembada pangan diyakini dapat memperbaiki perekonomian Indonesia.
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa Demokrasi Liberal adalah masa di mana sistem politik dan sistem ekonomi Indonesia menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha asing. Sistem ini mengalami kegagalan karena pribumi belum mempunyai kekuatan dan pengalaman. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi pada masa demokrasi liberal adalah:
a.Program Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Upaya ini bertujuan menambah wirausahawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibat dari usaha-usaha perbaikan tersebut adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Dekrit Presiden |
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang, yaitu uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
a. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang, yaitu uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
baca juga artikel tentang sejarah perekonomian Indonesia sebelum kemerdekaan.