Minggu, 29 Juni 2014

Sejarah Perekonomian Indonesia Sebelum Kemerdekaan

Perekonomian Indonesia pada masa-masa penjajahan mengalami beberapa perubahan seiring dengan kebijakan yang diterapkan oleh penjajah. Indonesia mengalami beberapa tahapan dalam pengembangan sektor ekonomi pada masa sebelum kemerdekaan. Berikut adalah sejarah perekonomian Indonesia sebelum kemerdekaan:

1. VereenigdeS Oost-Indische D Compagnieg(VOC)
Kapal-kapal VOC
Saat Indonesia dikuasai oleh Belanda, mereka melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti Inggris dan Portugis. VOC mempunyai hak istimewa yang disebut hak Octrooi, yang meliputi :
a.Hak mencetak uang
b.Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c.Hak menyatakan perang dan damai
d.Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e.Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja

VOC memonopoli rempah-rempah Indonesia yang merupakan benda yang mahal pada zaman itu. Penjualan rempah-rempah ke Eropa menambah kekayaan belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.Pada tahun 1795, VOC dibubarkan karena gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a.Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.
b.Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
c.Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
d.Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.

Setelah VOC bubar, perekonomian Indonesia diambil-alih oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Sebelum republik Bataaf mulai berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.

2. Pendudukan Inggris (1811-1816)
Saat Inggris menguasai Indonesia, sistem pola pajak hasil bumi yang diterapkan oleh Belanda diubah menjadi Landrent (pajak tanah). Thomas Stamford Raffles sebagai Jenderal Hindia Belanda berpendapat bahwa sistem ini akan lebih menguntungkan bagi Inggris. Dengan sistem landrent, penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Pemikiran ini disebut sebagai bentuk imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Perubahan ini mengalami beberapa kesulitan karena beberapa hal, yaitu:
a. Masyarakat Hindia Belanda banyak yang buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
b. Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.

3. Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 oleh Van Den Bosch. Tujuan dari cultur stenstelsel adalah memproduksi berbagai komoditi yang permintaannya tinggi di pasaran dunia. Pembudidayaan hasil bumi seperti gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan.

4. Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Kaum Humanis Belanda yang peduli terhadap kehidupan pribumi di Hindia Belanda mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Untuk itu, dibuatlah peraturan yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
b. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c.Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.

5. Pendudukan Jepang (1942-1945)
Saat Indonesia jatuh ke tangan pemerintah militer Jepang, sistem ekonomi dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor. Seperti inilah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
 

0 komentar:

Posting Komentar